Mulanya,
terdapat tiga desa di masa Kolonial Belanda, yaitu Desa Gentan, Desa Semayun dan Desa Karangjambu. Pusat pemerintahan Desa Gentan berada di Dukuh Sawo, sedangkan Desa Semayun berpusat di Dukuh Semayun, dan Desa Karangjambu berpusat di Dukuh Karangjambu. Pada tahun 1916, bertempat di dukuh Penyampuran (Grumbul Kopen) diadakan proses penyatuan ketiga desa tersebut melalui musyawarah yang dilakukan oleh para kepala desa. Kemudian, disepakati bahwa ketiga desa tersebut disatukan menjadi satu dengan nama Desa Gentansari. Namun, hingga saat ini belum diketahui secara pasti hari dan tanggal berdirinya Desa Gentansari.
Alasan dilakukannya penyatuan ketiga desa
Ada kaitannya dengan permasalahan beratnya kewajiban rakyat dan para pejabat desa terhadap pemerintah kolonial. Oleh sebab itu, diambilah keputusan untuk menyatukan menjadi satu wilayah saja agar meringankan beban kewajiban mereka terhadap pemerintah kolonial Belanda. Pada era kolonial, Desa Gentansari adalah sebuah desa yang cukup ramai, hal ini ditandai dengan keberadaan pasar Sabuk. Posisinya strategis sebagai jalur lintasan bagi masyarakat dari selatan yang hendak pergi ke kota Banjarnegara. Contohnya, masyarakat dari Kebondalem, Wanadri, dan Majalengka yang melintasi Pedukuhan Majalangu, kemudian Wiradrana, Karangjambu, dan Mendingin lalu menuju ke Semayun Gunung melintasi Pasar Sabuk. Selanjutnya, melalui jalur Jaten utara, Semampir, dan Wangon dapat sampai ke Banjar. Selain itu, Desa Gentansari juga menjadi lintasan masyarakat dari Depok, Watuurip dan Masaran sehingga praktis membuat Gentansari menjadi daerah yang ramai menjadi lalu lintas penduduk.
Pada masa perang kemerdekaan, Gentansari juga menjadi markas gerilya Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Satuan Setingkat Kompi. Selain itu, Gentansari juga menjadi tempat persinggahan bagi para prajurit Siliwangi yang akan kembali ke Jawa Barat pada saat pasukan dari Kodam III/Siliwangi Long March dari Madiun pasca penumpasaan pemberontakan PKI Musso. Dengan demikian, Gentansari sebenarnya sejak dahulu kala merupakan sebuah desa yang cukup mendapat perhatian karena letaknya yang strategis, tidak terlalu jauh dari kota, dan tidak terlalu masuk dalam wilayah pedalaman.